Mengurai Perjuangan RUU Desa Usulan PPDI

Selasa, 02 November 2010

Bagikan artikel ini di :
Persatuan Perangkat Desa Indonesia telah melakukan langkah-langkah yang konstruktif dan strategis dalam perjuangan menuntut persamaan nasib dengan rekan sejawatnya yaitu Sekretaris Desa yang telah lebih dahulu diangkat menjadi PNS. Dalam hal perjuangan, PPDI telah memulai dari tahun 2006 lalu, berikut ini saya hanya akan mengupas dan membahas seputar perjuangan yang dilakukan oleh PPDI dimana saya mulai terlibat di dalamnya.

Audiensi II yang dilakukan PPDI pada tanggal 3 Februari 2010, adalah awal pertama saya ”berhubungan” dengan PPDI. Orang pertama yang saya kenal di PPDI adalah Sekjen Mugiyono Munajat, yang pada tahun 2006 saya sudah sering berhubungan dan berkomunikasi dengan beliau. Atas permintaan Sekjen PPDI inilah saya mulai berkenalan lebih jauh dengan PPDI.

Mengingat Audiensi II yang berlangsung bulan Februari 2010 teragenda bersama dengan aksi Komite Nasional Masyarakat Indonesia ( KNMI ) dimana saya berada di dalamnya, maka sayapun bersepakat untuk ikut membantu kesuksesan audiensi PPDI tersebut.

Dari beberapa pertanyaan dan pernyataan yang beredar atas beberapa hal, maka berikut saya mencoba memberikan gambaran dan jawaban atas pernyataan dan pertanyaan tersebut. Beberapa hal yang menurut saya perlu saya sampaikan adalah tentang:

Perangkat Desa Mementingkan Diri Sendiri

Apabila melihat pada RUU Desa dan Perdesaan yang telah disusun oleh PPDI yang merupakan hasil  Lokarya dan Konsultasi Publik PPDI di Pangandaran pada tanggal 30 – 31 Mei 2010, RUU yang disusun berdasar dari Rancangan UU Desa yang diterima dari Dirjen PMD saat audiensi tanggal 19 Mei 2010, telah dilakukan penambahan dan perubahan usulan yang sangat mendasar. Perubahan diluar kepentingan Perangkat Desa adalah :
  • Masa jabatan Kepala Desa (Kades) atau sebutan lainnya adalah 10 tahun dan dapat dipilih kembali untuk satu masa jabatan berikutnya;
  • Pemilihan Kepala Desa (Pilkades) dilakukan serempak dalam satu wilayah Kabupaten/Kota;
  • Penghasilan Kepala Desa minimal 2 (dua) kali penghasilan Perangkat Desa, dan menerima penghargaan disaat akhir masa jabatan;
  • Kepala Desa memiliki hak untuk memberikan penilaian atas kinerja Perangkat Desa sehingga otoritas Kepala Desa sebagai kepala wilayah tetap dihargai dan dijamin Undang-undang;
  • Pemberian Tunjangan kepada Anggota BPD;
  • Memuat tentang pembangunan perdesaan dengan memberikan penguatan pada Badan Usaha Milik Desa yang dapat berbentuk perseroan.
Melihat beberapa hal tersebut di atas, maka pemikiran bahwa PPDI atau Perangkat Desa hanya mementingkan diri sendiri adalah tidak benar, justru PPDI memperjuangkan sebuah kepentingan yang besar yaitu membawa sebuah kondisi mengarah pada otonomi desa.

Perangkat Desa Butuh Kesejahteraan atau Status

Adalah pertanyaan yang pertama kali saya sampaikan pada PPDI saat komunikasi dan koordinasi awal. Merujuk pada beberapa hal di bawah ini :
  • Adanya pasal diskrimatif dalam Pasal 202 ayat (3) yang menyebutkan "Sekretaris Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diisi dari Pegawai Negeri Sipil yang memenuhi persyaratan";
  • UUD yaitu Pasal 28 D ayat (2) bahwa "Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja, dan ayat (3) bahwa Setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan";
  • UUD Pasal 28 I ayat (2) bahwa "Setiap orang berhak bebas atas perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apapun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif itu."
Maka saya berpendapat bahwa perjuangan PPDI adalah perjuangan untuk menuntut kesamaan status dengan Sekretaris Desa yang telah diangkat menjadi PNS. Jadi perjuangan PPDI adalah perjuangan status bukan sekedar perjuangan kesejahteraan.

Pertanyaan berikutnya ádalah apakah setelah statusnya sama dengan Sekdes yaitu PNS pasti akan ada kesejahteraan, jelas tidak semua Perangkat Desa akan mendapatkan tingkat kesejahteraan yang lebih baik. Hal ini mengingat ada beberapa Perangkat Desa yang saat ini memiliki tanah garapan yang lebih banyak hasilnya apabila dibanding dengan gaji PNS golongan IIA, akan tetapi akan lebih banyak Perangkat Desa yang lebih sejahtera karena diangkat PNS, mengingat lebih banyak Perangkat Desa yang tidak memiliki tanah garapan yang memadai, ini ádalah sebuah konsekuensi dari perjuangan.

Dukungan Politik Hanya Basa Basi

Yang perlu diketahui oleh semua pihak ádalah bahwa sampai saat ini yang memberikan gagasan pemikiran tentang RUU Desa hanyalah PPDI, demikian yang disampaikan oleh Dirjen Kesbangpol Depdagri, Bapak Tanri Bali saat menerima audiensi PPDI pada tanggal 9 Juni 2010 lalu.

Dan tanggapan surat yang diberikan oleh Dirjen PMD Depdagri bernomor 140/720/I/2010 tentang Tanggapan Surat PPDI secara jelas disebutkan bahwa terimakasih atas prakarsa PPDI untuk menyempurnakan draft RUU Desa dan menanggapi usulan untuk diangkat PNS akan dikonsultasikan lebih lanjut dengan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara untuk formasi dan persyaratan teknis serta Kementerian Keuangan dalam rangka implikasi pembiayaannya.

Bahwa gerakan lanjutan yang dilakukan dalam bentuk pencarian dukungan politik, secara resmi PPDI telah mendapatkan dukungan dari :
  • Tandatangan dukungan lebih dari 30 orang anggota DPR RI
  • Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa DPR RI tanggal 2 Juni 2010
  • Fraksi Partai Golkar DPR RI tanggal 18 Agustus 2010
  • Fraksi Partai Amanat Nasional DPR RI tanggal 28 September 2010
  • Fraksi Hanura DPR RI tangal 30 September 2010
  • Fraksi Partai Persatuan Pembangunan DPR RI tanggal 1 Oktober 2010
  • Fraksi Partai Keadilan Sejahtera DPR RI tanggal 3 Oktober 2010
  • Wakil Ketua DPR RI Bidang Hukum Pemerintahan tanggal 4 Oktober 2010
Dukungan yang dianggap hanya basa-basi menurut hemat saya adalah hal yang salah. Mengingat semua dokumen tersebut adalah asli ditandatangani dengan kop surat institusi, dan berdasarkan UU Nomor 14 Tahun 2008 tetang Keterbukaan Informasi Publik mereka semua adalah Badan Publik yang fungsi dan tugas pokoknya berkaitan dengan penyelenggaraan negara, yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, sehingga tidak dibenarkan memberikan informasi yang tidak benar atau merugikan.

Hal ini diatur dalam Pasal 55 bahwa Setiap Orang yang dengan sengaja membuat Informasi Publik yang tidak benar atau menyesatkan dan mengakibatkan kerugian bagi orang lain dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 5.000.000,00 (lima juta rupiah), dilanjutkan Pasal 56 bahwa setiap pelanggaran yang dikenai sanksi pidana dalam Undang-Undang ini dan juga diancam dengan sanksi pidana dalam Undang-Undang lain yang bersifat khusus, yang berlaku adalah sanksi pidana dari Undang-Undang yang lebih khusus tersebut serta pasal 57 Tuntutan pidana berdasarkan Undang-Undang ini merupakan delik aduan dan diajukan melalui peradilan umum.

Jadi apabila dukungan tersebut diatas bersifat basa-basi maka besar kemunginan mereka yang telah memberikan dukungan tanda tanngan dan tidak melaksanakan dukungan tersebut dapat beresiko terjerat pelanggaran UU 14 Tahun 2008 dan juga tindak pidana melakukan kebohongan publik.


Perangkat Desa Bisa Dipindah dan Diisi Bukan Dari Warga Desa Setempat Serta Tidak Akan Siap Sedia Melayani Masyarakat 24 Jam Penuh

Dalam RUU yang diusulkan oleh PPDI jelas dan tegas bahwa Perangkat Desa harus berasal dari wilayah desa setempat dan pasti ini memerlukan aturan lebih lanjut. Sama halnya dengan PNS satu Kabupaten juga tidak dengan mudah dipindahkan ke Kabupaten lain.

Bahwa dalam aturan ketenagakerjaan jelas tentang jumlah jam kerja, namun apakah itu juga berlaku untuk petugas medis umpamanya. Jadi masalah kesediaan pelayanan yang akan diberikan selama 24 jam seperti yang sudah berlaku selama ini di Desa tidaklah perlu dikuatirkan akan hilang karena memang bagian dari tugas kalo harus dilakukan diluar jam kerja pastilah tetap bisa dilakukan.

Dan apabila ada perangkat desa yang tidak mau melakukan itu, maka BPD dan Kepala Desa bahkan dapat mengusulkan pemberhentian Perangkat Desa tersebut dari PNS tentunya dengan tahapan peringatan terlebih dahulu, jadi kebiasaan yang sudah berlaku masih dapat dilakukan ketika Perangkat Desa menjadi PNS. Demikianlah sekilas gambaran dan pemahaman saya tentang keberadaan perangkat desa dalam RUU Desa usulan PPDI. Jadi tidak perlu ada kekuatiran yang berlebihan tentang hilangnya kebiasaan yang sudah ada di desa dalam pelayanan masyarakat.

Banyak Yang Kecewa Karena Tidak Bisa Diangkat

Bisa dipastikan sebuah kebijakan tidak akan bisa memuaskan semua pihak, oleh karenanya dalam kerangka ini PPDI menyerukan untuk Perangkat Desa yang masih belum berpendidikan sampai SLTA secepatnya melakukan penyesuaian. Seperti yang pernah saya dengar dari Kesbang Kabupatebn Lumajang yang mendukung para Perangkat Desa mengikuti Kejar Paket C, itu adalah salah satu bagian agar apabila usulan PPDI ini sukses, maka akan lebih sedikit dari mereka yang kecewa karena tidak dapat mengikuti proses PNS. Untuk pertimbangan umur, maka usulan PPDI dalam hal ini adalah memberikan penghargaan yang memadai.

Yang telah dilakukan PPDI dalam RUU Desa usulan PPDI adalah mengusahakan agar pembatasan umur dan tingkat pendidikan tidak menyulitkan bagi Perangkat Desa, dan oleh karenanya diharapkan Perangkat Desa yang masih belum memiliki tingkat pendidikan setara SLTA secepatnya mengikuti Program Kejar Paket C.

Melihat sudah panjang catatan saya, maka sementara saya cukupkan dan secepatnya saya coba memberikan lagi catatan untuk lebih memperkaya khasanah dan wawasan teman-teman Perangkat Desa.

Untuk mengetahui isi RUU Desa dan Perdesaan usulan PPDI bisa didownload dari http://ppdi.or.id/lib/pdf/RUU-Desa-Usulan-PPDI.pdf
 
Sekali layar terkembang surut kita berpantang, berhasillah perjuangan Perangkat Desa, Jayalah Desa-desa di seluruh Indonesia..... Jayalah Desa Nusantara.


Ketua Dewan Penasehat Pengurus Pusat PPDI
Apabila di dalam artikel atau tulisan ini terdapat kesalahan atau kekurangan,
mohon koreksi dan pelengkapan data sampaikan ke redaksi@ppdi.or.id

Tidak ada komentar: